Swedia Terapkan Pernikahan Sebulan-Sekali Bagi Muslim

Share
LANDSKRONA, SWEDIA (Berita MINPLUS) – Seorang politisi lokal dari Landskrona di selatan Swedia telah mengeluarkan sebuah dekrit yang hanya mengijinkan diselenggarakannya hanya satu "pernikahan imigran" di pusat komunitas setempat kota tersebut setiap bulannya. "Kami tidak mau terlalu banyak ada pernikahan imigran," ujar Lars Svensson, pengelola pusat komunitas dan anggota Demokrat Sosial di dewan lokal Landskrona, kepada koran setempat, Helsingborgs Dagblad.
Svensson kemudian menjelaskan apa yang ia maksud dengan istilah "pernikahan imigran".
"Itu adalah mereka yang tinggal di kota. Di sana banyak terdapat orang Kurdi dan Palestina Muslim yang menyelenggarakan pernikahan.
Dengan latar belakang oriental, tamu yang datang dalam setiap pesta pernikahan dapat mencapai 400 hingga 500 orang," jelas Svensson,  menambahkan bahwa "kelompok imigran Eropa" tidak termasuk dalam istilah tersebut.

Menurut Svensson, kebijakan itu dibuat menyusul keluhan yang datang berulang kali tentang kebisingan dan ketidakrapian terkait dengan "pernikahan imigran" yang diadakan di Folkets Hus Landskrona.
Namun di Landskrona, kebijakan Svensson itu membuat sejumlah anggota kelompok imigran tidak dapat menggunakan pusat komunitas Muslim. Terlebih, tampaknya pernikahan yang diadakan oleh kelompok imigran Eropa pada faktanya justru termasuk dalam kategori "pernikahan imigran" Svensson.
Seorang warga setempat, Habib Ramadani, yang berasal dari Kosovo, telah tinggal di Landskrona selama 10 tahun dan berharap dapat menyelenggarakan resepsi pernikahan putranya di pusat komunitas Muslim tahun lalu. Namun, Svensson menolak permintaan Ramadani, mengkambinghitamkan latar belakang imigran ayahnya.
"Jika mengatakan,Tidak, tempat itu sudah dipesan, maka itu akan berhenti di situ. Namun kemudian ia menanyakan dari negara mana saya berasal," ujar Ramadani. Ia pun mengatakan pada Svensson bahwa ia berasal dari Kosovo, masih berharap dapat menyewa aula utama pusat komunitas itu.
"Ia mengatakan, Bukan untukmu, kalian semua melempar kue ke lantai dan bukannya memakannya," ujar Ramadani.
"Padahal aula itu tidak dipakai pada akhir pekan. Orang-orang yang bekerja di sana memberitahu kami."
Telanjur menyebarkan ratusan undangan ke seluruh dunia, Ramadani menawarkan untuk membayar jasa pembersih profesional untuk memastikan aula itu tanpa noda pasca resepsi. Svensson tetap tidak bergeming, mendorong Ramadani mencoba pendekatan yang lain.
"Kemudian saya menawarkan untuk membayar dua hari. Namun ia mengatakan bahwa ini adalah Rumah Warga dan untuk itu, warga harus diberi akses," ujarnya.
Bahkan janji untuk membuat pesta itu bebas alkohol juga tidak membantu, membuat Ramadani mempertanyakan penjelasan Svensson.
"Apa saya tidak terhitung sebagai manusia? Saya membayar pajak dan menjadi bagian dari masyarakat. Namun ketika kami ingin menyewa tempat untuk pernikahan, tiba-tiba saya hanya menjadi seorang imigran," ujarnya.
"Sepertinya Lars Svensson ingin menyingkirkan semua pesta yang diadakan oleh orang-orang asing. Tempat ini disebut Rumah Warga tapi seharusnya disebut Rumah Warga Swedia."
Menurut Ramadani, Svensson juga mengklaim bahwa "pernikahan imigran" memerlukan pembayaran di muka "Karena orang-orang yang mengaturnya tidak memiliki norma yang sama dengan kami dalam hal pembayaran tagihan."
Svensson mengatakan bahwa pusat komunitas tersebut telah dikritik oleh akuntan karena menerima pembayaran untuk "pernikahan imigran" dalam bentuk tunai, seringkali dalam jumlah besar pada hari H acara.
"Kami telah banyak mendiskusikan hal ini. Para akuntan mengatakan bahwa mereka harus mengirimkan tagihannya atau membayar jauh-jauh hari sebelumnya. Tapi kami mungkin tidak akan menerima uang apa pun. Mereka yang mengatur pernikahannya tidak terikat oleh persyaratan kami, tapi oleh norma-norma kami. Mereka datang dengan segepok uang dalam saku mereka," ujarnya.
Per Holfve, pengacara dari Equality Ombudsman Swedia, berpendapat bahwa kebijakan Svensson untuk membatasi jumlah "pernikahan imigran" dapat melanggar hukum anti-diskriminasi negara tersebut yang mewajibkan setiap orang memiliki akses yang setara ke sebuah fasilitas, tanpa peduli etnisitasnya.
Namun, Svensson tidak melihat adanya masalah dari pembatasan terhadap jumlah "pernikahan imigran, mengklaim bahwa dirinya hanya berusaha keras memelihara keseimbangan yang mencerminkan wajah komunitas.
"Kebijakan dewan adalah jika 20% penduduk Landskrona memiliki latar belakang imigran, memiliki etnisitas yang berbeda, maka mereka memiliki hak untuk mengekspresikan kebudayaannya. Dan mereka dapat melakukannya di Rumah Warga," ujarnya.
"Kami mencoba untuk menghindari diskriminasi. Namun alternatifnya adalah melarang diadakannya semua pesta ini." (rin/tl)
Sumber :  www.suaramedia.com



MIN PLUS
Masukkan Email Anda untuk berlangganan Artikel Gratis:

No comments:

Post a Comment